15 November 2023 | 07:00
Sumatera Utara, sebuah provinsi yang kaya akan budaya dan sejarah, adalah rumah bagi beragam suku dan etnis yang telah lama menghiasi wilayah ini. Dengan populasi mencapai 14 juta jiwa pada tahun 2019, Sumatera Utara adalah provinsi terpadat keempat di Indonesia, setelah Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Keberagaman etnis di provinsi ini menciptakan keragaman budaya yang mencengangkan, termasuk dalam hal pakaian adat.
Pakaian adat adalah bagian integral dari identitas budaya suatu kelompok masyarakat. Ini mencerminkan sejarah, nilai-nilai, dan warisan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam konteks Sumatera Utara, kita akan menjelajahi berbagai jenis pakaian adat yang dipakai oleh berbagai suku dan etnis yang tinggal di provinsi ini.

Pakaian Adat Sumatera Utara (sumber: sindo)
Pakaian Adat Suku Batak Toba: Kain Ulos sebagai Identitas
Suku Batak Toba, yang mendiami sekitar Danau Toba, dikenal dengan pakaian adat mereka yang khas, terutama penggunaan kain ulos. Kain ulos adalah kain tenunan manual yang terbuat dari benang sutra dengan berbagai warna seperti putih, hitam, emas, merah, dan perak. Kain ulos bukan hanya digunakan dalam pakaian adat, tetapi juga sebagai pakaian sehari-hari.
Terkadang, jenis kain ulos tertentu dipilih untuk acara-acara khusus karena masing-masing memiliki makna yang berbeda. Sebagai contoh, ulos ragi hotang sering digunakan dalam perayaan sukacita, sementara ulos simbolang digunakan dalam situasi berkabung. Kain ulos juga digunakan sebagai selendang dalam upacara adat, sementara pakaian adat Batak Toba melibatkan ampe-ampe (bagian atas pria) dan singkot (bagian bawah pria) serta hoba-hoba (bagian atas wanita) dan haen (bagian bawah wanita).
Selain itu, pakaian adat Batak Toba sering dilengkapi dengan aksesori seperti bulang-bulang (penutup kepala) dan selendang ulos. Kain ulos adalah ciri khas yang tidak hanya membanggakan kebudayaan Batak Toba tetapi juga menjadi pilihan souvenir yang populer.
Pakaian Adat Suku Karo: Merah yang Menawan
Suku Karo, yang juga merupakan bagian dari masyarakat Batak, memiliki pakaian adat khas yang terbuat dari kain uis gara. Uis gara adalah kain merah yang ditenun dengan benang merah, emas, dan perak. Kain ini adalah ciri khas suku Karo dan digunakan dalam kegiatan sehari-hari serta upacara adat.
Perbedaan dalam kain uis gara terletak pada warna dan desainnya, yang memiliki makna dan simbol yang berbeda. Misalnya, pakaian adat dengan kain uis beka buluh mewakili kebesaran, sementara uis gatip jongkit melambangkan kekuatan.
Pakaian adat suku Karo melibatkan jas bagi pria, yang dilapisi dengan kain uis gara yang dililitkan di sekitar badan. Untuk perempuan, pakaian adat sering kali terdiri dari pakaian merah yang melibatkan selendang dan hiasan kepala yang tinggi. Aksesori ini mencerminkan kemuliaan dan keindahan.
Pakaian Adat Suku Mandailing: Elegansi dalam Kain Ulos
Suku Mandailing, yang mendiami Mandailing, Tapanuli Selatan, dan daerah Padang Lawas, memiliki pakaian adat yang mirip dengan suku Batak Toba. Mereka juga menggunakan kain ulos sebagai material pakaian adat mereka. Namun, suku Mandailing menambahkan aksesori untuk memperkaya penampilan mereka. Perempuan Mandailing mengenakan bulang, sejenis hiasan kepala yang terbuat dari logam dan sepuhan emas.
Bulang adalah simbol struktur sosial suku Mandailing, dan tingkatannya bisa berbeda. Laki-laki Mandailing juga memiliki aksesori kepala yang disebut Ampu, yang pada awalnya hanya dikenakan oleh raja Mandailing dan Angkola. Ampu adalah hiasan kepala hitam dengan hiasan emas yang melambangkan kebesaran.
Pakaian Adat Suku Nias: Kuning dan Emas yang Megah
Suku Nias, yang mendiami Pulau Nias di barat Sumatera, memiliki tradisi berbeda dalam hal pakaian adat. Mereka lebih sering menggunakan warna kuning dan emas daripada warna merah. Pakaian adat perempuan Nias, yang disebut oroba si oli, terbuat dari kulit kayu atau blacu hitam.
Aksesori utama dalam pakaian adat ini adalah gelang aja kola, gelang kuningan yang memiliki berat hingga 100 kg. Selain itu, perempuan Nias juga memakai anting-anting logam besar yang disebut saro delinga. Rambut perempuan Nias dikenakan dalam sanggul tanpa diikat terlebih dahulu, yang kemudian dilengkapi dengan mahkota.
Laki-laki Nias mengenakan pakaian adat bernama baru oholu, yang terbuat dari kulit kayu dan mirip dengan rompi tanpa kancing. Mereka juga mengenakan kalung kalabubu yang terbuat dari kuningan.
Pakaian Adat Suku Pakpak: Kain Oles yang Simpel
Suku Pakpak, yang tinggal di daerah Pakpak Barat dan Dairi, juga memiliki pakaian adat khas dengan penggunaan kain oles. Pakaian adat perempuan disebut cimata, sementara laki-laki mengenakan borgot. Aksesori seperti kalus (kepala) dan penutup kepala, serta kalung, melengkapi penampilan pakaian adat suku Pakpak.
Pakaian borgata pria memiliki kesamaan dengan pakaian suku Melayu, namun dengan leher bulat dan ornamen dengan warna kuning, merah, dan hitam. Bagian bawahnya melibatkan celana hitam dan sarung oles sidosdos.
Pakaian adat perempuan memiliki warna hitam dengan leher segitiga dan dihiasi dengan manik-manik. Bagian bawahnya adalah sarung oles perdabaitak yang dililitkan di pinggang. Aksesori tambahan, seperti penutup kepala, juga melengkapi pakaian adat suku Pakpak.
Pakaian Adat Suku Batak Angkola: Warna dan Simbolisme
Suku Angkola, yang berada di Tapanuli Selatan, adalah bagian dari kelompok adat Batak. Pakaian adat mereka mirip dengan suku Batak Mandailing, dengan dominasi warna hitam dan merah serta penggunaan kain ulos. Bagian atas pakaian perempuan dikuasai oleh warna merah dan dilengkapi dengan selendang.
Aksesoris kepala mereka mirip dengan yang digunakan oleh suku Batak Mandailing, sementara laki-laki memakai Ampu, hiasan kepala yang melambangkan kebesaran dan kegagahan.
Pakaian Adat Suku Batak Simalungun: Kain Hiou yang Beragam
Suku Batak Simalungun adalah bagian dari suku Batak yang tinggal di Sumatera Utara. Mereka menggunakan kain hiou dalam pakaian adat mereka, dengan berbagai corak dan warna yang lebih gelap. Perbedaan utama dengan suku Batak Toba adalah penggunaan kain samping bernama suri-suri.
Mereka juga menggunakan aksesori tambahan seperti bulang (dikenakan di dahi) untuk perempuan dan gotong (penutup kepala) untuk laki-laki. Pakaian adat Simalungun mencerminkan kekayaan budaya mereka yang unik dan beragam.
Pakaian Adat Suku Melayu: Kemewahan dalam Baju Kurung
Suku Melayu memiliki banyak perwakilan di Sumatera Utara, dan pakaian adat mereka mencakup baju kurung dengan kain songket. Baju kurung perempuan terbuat dari kain brokat atau sutra, dengan aksesori unik seperti peniti emas.
Perempuan Melayu juga memakai kalung dengan motif rantai serati, mentimun, sekar sukun, tanggang, dan berbagai motif lainnya. Laki-laki Melayu mengenakan penutup kepala bernama tengkulok, yang terbuat dari kain songket dan melambangkan kegagahan dan kebesaran.
Aksesori seperti destar, yang terbuat dari rotan dan dibalut dengan kain beludru, juga digunakan. Pria Melayu juga menambahkan hiasan rantai, kilat bahu, lengas, dan sidat untuk melambangkan keteguhan hati.
Pakaian Adat Suku Batak Sibolga: Perpaduan Budaya yang Unik
Suku Batak Sibolga adalah hasil dari perpaduan budaya suku Batak dan Minangkabau, terutama dalam konteks Melayu dari pesisir timur. Pakaian adat mereka mencerminkan perpaduan budaya ini dan seringkali lebih sederhana. Pakaian adat suku Batak Sibolga mencakup warna gelap dengan aksesori seperti mahkota, penutup kepala, dan kalung.
Keberagaman dalam pakaian adat Sumatera Utara mencerminkan kekayaan budaya provinsi ini. Pakaian adat bukan hanya sebagai simbol identitas, tetapi juga sebagai warisan berharga yang perlu dilestarikan. Masyarakat Sumatera Utara memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan merawat warisan budaya ini agar tetap hidup dan berkembang. Dengan pemahaman dan apresiasi yang lebih dalam terhadap pakaian adat mereka, mereka dapat menjaga warisan budaya Sumatera Utara tetap berwarna dan indah seiring berjalannya waktu.
Setelah Kelen mengenal lebih dalam tentang pakaian adat yang kaya budaya dari Sumatera Utara, ayo Kelen melanjutkan petualangan budaya dan kuliner Kelen. Jangan lupa untuk menjadikan Bolu Stim Menara sebagai bagian dari pengalaman kuliner Kelen. Semoga warisan budaya ini terus menginspirasi dan memperkaya budaya Indonesia.