23 September 2023 | 07:00
Awal sejarah kereta api di Sumatera Utara dimulai dari kebutuhan perkebunan tembakau yang perlu sarana pengangkutan yang memadai. Saat itu, J.T. Cremer, seorang manajer perusahaan perkebunan NV. Deli Matschappij, mengusulkan pembangunan jaringan kereta api di Deli untuk mengatasi kebutuhan distribusi yang semakin meningkat.
Deli, pada masa itu, merupakan wilayah Kesultanan Melayu yang kemudian dikenal sebagai Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Gubernur Jenderal Belanda di Batavia memutuskan untuk memberikan konsesi kepada NV Deli Spoorweg Matschappij (DSM) untuk membangun jaringan kereta api yang menghubungkan Belawan, Medan, Delitua, dan Timbang Langkat (Binjai).
Pembangunan jalur kereta api pertama di Sumatera Timur, yaitu jalur Medan-Labuhan, diresmikan pada 25 Juli 1886, yang sekarang dikenal sebagai Stasiun Medan. Sejak tahun 1902, pembangunan jalur kereta api dilanjutkan untuk menghubungkan Lubuk Pakam ke Bangun Purba, yang kemudian dioperasikan pada tahun 1904.
Pada tahun 1916, jaringan kereta api yang menghubungkan Medan ke Siantar dibangun, yang kemudian menjadi pusat perkebunan teh. Pada tahun 1929-1937, jaringan kereta api Kisaran-Rantau Prapat juga dibangun.
Hingga tahun 1940, DSM telah membangun ratusan ribu kilometer jalur kereta api, dengan panjang total mencapai 553.223 kilometer. Awalnya, DSM mengoperasikan kereta api untuk mengangkut komoditas seperti tembakau, karet, dan teh. Pada tahun 1886, DSM mulai membuka jaringan kereta api ini untuk penumpang dengan tarif sebesar 3,5 sen per kilometer per orang.
Jumlah penumpang terus bertambah seiring dengan pesatnya pertumbuhan perkebunan, dari 4 juta orang pada tahun 1904 menjadi 7 juta pada tahun 1927. Pada masa pendudukan Jepang, sistem perkeretaapian di Sumatera dibagi menjadi tiga wilayah di bawah penguasaan Angkatan Darat Jepang.
Setelah kemerdekaan Indonesia, pegawai kereta api dan pejuang merebut kembali kendali atas perkeretaapian di Sumatera dari tangan Jepang. DSM kemudian digabung dengan perusahaan kereta api negara Atceh Stoomtram Staatssporwegen (ASS) menjadi Kito Sumatora Tetsuda.
Namun, penguasaan kereta api di Sumatera Utara oleh DKARI (Djawatan Kereta Api Republik Indonesia) berlangsung hanya sampai Agresi Militer I pada Juli 1947, yang memaksa DSM mengambil alih kembali operasional jaringan kereta api di daerah ini.
Pada tahun 1963, DSM secara de facto dan de jure menjadi milik Indonesia setelah nasionalisasi perusahaan-perusahaan kereta api Belanda. Dengan itu, eks DSM dan seluruh karyawannya digabung dalam Djawatan Kereta Api (DKA) dan menjadi bagian dari DKA Eksploitasi Sumatera Utara. Sejarah perkeretaapian di Sumatera Utara mencerminkan peran penting kereta api dalam menghubungkan dan menggerakkan ekonomi daerah ini selama berabad-abad.

Sejarah Perkeretaapian di Sumut (sumber: liputan6)
Stasiun Medan dan Jalur Kereta Api di Sumatera Utara
Stasiun Medan, sebuah ikon transportasi di Sumatera Utara, memiliki sejarah panjang yang mencerminkan perkembangan kereta api di daerah ini. Stasiun ini diresmikan pada 25 Juli 1886 oleh Deli Spoorweg Maatschappij (DSM), dan pada awalnya, terhubung dengan Stasiun Labuhan melalui jalur sepanjang 16,7 kilometer.
Jalur ini menjadi urat nadi yang menghubungkan pusat Kota Medan dengan Pelabuhan Belawan. Perjalanan kereta melalui jalur ini memungkinkan transportasi barang dan penumpang yang efisien antara kota dan pelabuhan.
Meskipun Stasiun Medan telah mengalami transformasi besar sejak pembukaannya, beberapa elemen bersejarah masih dapat ditemukan. Pada tahun 2013, stasiun ini menjalani renovasi besar dengan pembangunan gedung baru untuk layanan kereta api bandara dan perombakan desain gedung eksisting untuk layanan kereta regional.
Saat ini, hanya beberapa elemen bersejarah yang tetap terlihat, termasuk menara jam yang berdiri di bagian depan stasiun dan dipo lokomotif yang masih mempertahankan arsitektur Belanda. Bagian atap peron yang menaungi jalur 2 dan 3 serta jembatan gantung "Titi Gantung" di ujung selatan stasiun juga adalah beberapa sisa-sisa sejarah yang masih ada.
Selain itu, stasiun ini juga telah memasuki era modern dengan pembangunan jalur layang menuju Pulu Brayan dan Bandar Khalipah, yang dimulai pada tahun 2016. Awalnya, stasiun ini memiliki sembilan jalur kereta api, dengan jalur 1 sebagai sepur lurus menuju Binjai dan jalur 2 sebagai sepur lurus menuju Pulu Brayan-Belawan.
Jalur rel di stasiun ini membujur dari utara ke selatan. Jalur rel yang mengarah ke selatan menghubungkan kota Medan dengan Tebing Tinggi, Kisaran, Tanjung Balai, Siantar, dan Rantau Prapat. Sementara itu, jalur rel yang mengarah ke utara bercabang sekitar 850 meter di utara stasiun, menuju Belawan, Binjai, dan Besitang.
Meskipun Stasiun Medan dahulu memiliki percabangan rel menuju Pancur Batu dan Batu, saat ini jalur ini sudah tidak aktif dan tidak digunakan lagi. Dengan sejarah dan transformasinya yang panjang, Stasiun Medan tetap menjadi salah satu landmark penting di Sumatera Utara yang menghubungkan kota dengan pelabuhan dan kawasan-kawasan penting lainnya di daerah ini.
Kereta Api di Medan: Solusi Transportasi Efisien dan Nyaman
Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara, adalah salah satu kota terbesar di Indonesia yang memiliki sistem transportasi yang berkembang pesat, termasuk layanan kereta api yang efisien.
Layanan kereta api di Medan dioperasikan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) melalui Divisi Regional 1 Sumatera Utara dan NAD. Jaringan kereta api di Medan mencakup berbagai rute, baik untuk perjalanan antarkota maupun dalam kota.
Rute Antarkota
Rute antarkota di Medan menghubungkan kota ini dengan sejumlah kota di Sumatera Utara, seperti Rantau Prapat, Sibolga, Tanjung Balai, dan Tebing Tinggi. Layanan kereta api mencakup berbagai jenis, mulai dari kereta ekonomi hingga kereta eksekutif.
Rute Dalam Kota
Rute dalam kota menghubungkan Medan dengan berbagai daerah di wilayah kota, termasuk Bandara Kualanamu, Binjai, dan Deli Serdang. Kereta api bandara dan kereta api komuter adalah layanan yang mengoperasikan rute-rute ini.
Kereta Api Bandara
Kereta api bandara adalah solusi transportasi yang menghubungkan Stasiun Medan dengan Bandara Kualanamu. Layanan ini tersedia setiap 30 menit dengan waktu perjalanan sekitar 45 menit, memberikan kenyamanan bagi penumpang yang ingin mengakses bandara.
Kereta Api Komuter
Kereta api komuter menghubungkan Stasiun Medan dengan Stasiun Binjai dan Stasiun Kualanamu. Layanan ini juga tersedia setiap 30 menit dengan waktu perjalanan sekitar 30 menit, memberikan pilihan transportasi yang efisien bagi penduduk setempat.
Kereta api di Medan menawarkan berbagai keuntungan, termasuk perjalanan yang cepat, aman, dan tiket dengan harga terjangkau. Selain itu, kereta api adalah salah satu mode transportasi yang ramah lingkungan, membantu mengurangi polusi udara di kota Medan.
Dengan begitu banyak keuntungan, tidak heran jika kereta api tetap menjadi pilihan utama transportasi bagi warga Medan dan pengunjung kota ini. Jadi, jika Kelen berencana untuk berkunjung ke Medan, pertimbangkan untuk menggunakan kereta api sebagai sarana transportasi Kelen.
Itu dia sejarah tentang perkeretaapian di Medan. Jika Kelen berencana untuk melakukan perjalanan kereta api ke Medan, jangan lupa untuk membawa pulang Bolu Stim Menara sebagai oleh-oleh.
Bolu Stim Menara adalah kue tradisional Medan yang terbuat dari telur kukus, tepung, gula, dan mentega. Kue ini terkenal dengan teksturnya yang lembut dan empuk, serta rasanya yang lezat dan gurih. Kue ini tersedia dalam berbagai varian rasa, termasuk pandan, durian, dan keju.
Bolu Stim Menara adalah camilan yang sempurna untuk dinikmati selama perjalanan kereta api. Kue ini juga merupakan hadiah yang bagus untuk diberikan kepada teman dan keluarga di rumah.